Children Record 03 Part 2
Rekaman Anak-Anak 03 Part 2
Kredit kepada Renna untuk ENG trans
Kredit kepada Muh Rais untuk Indo trans
(Heavily) Edited by Anodha Sora
Final Edit dan Re-check by Kaori Hikari
Saat itu, aku berpikir bahwa hal
ini sebagai... bagaimana kau menyebutnya? Ah, ya, ‘harga yang tepat sebagai
bayaran untuk menggunakan kekuatan di luar potensiku.’ Kau tahu kan? Tidak jauh
berbeda dari apa yang sering terjadi dalam manga.
Ya, aku telah diberi latar menarik yang
biasanya hanya dimiliki karakter utama. Oh, ayolah, seseorang sepertiku ini
terlalu sempurna untuk memainkan pemeran utama. Hampir mustahil bagiku untuk
menanggung kenyataan itu.
Selagi aku mengumpulkan pengetahuan
dan informasi yang kudapatkan dari anime dan manga, lalu membiarkan otakku
mencernanya, seperti yang selalu kulakukan, entah bagaimana ingatan akan mimpi
yang baru saja kualami muncul.
Ayano.
Aku telah melihatnya berkali-kali
dalam mimpiku, tapi belakangan ini aku mulai lebih sering melihatnya.
Apakah panas yang menjadi
penyebabnya? Atau itu mungkin karena secara tidak sadar aku menolak menjadi
dekat dengan orang lain?
Kalau kupikir-pikir lagi, hal yang
sama juga terjadi ketika Ene datang.
Setelah gadis cyber itu masuk ke
kehidupanku, aku mulai memimpikan Ayano setiap malamnya.
Pernah, ketika aku kembali
memimpikannya, Ene memaksaku untuk bangun, dan kami jadi berkelahi karena hal
itu.
Jelas bahwa pertengkaran yang kami
lakukan saat itu lebih dari sekedar debat konyol yang biasa kami lakukan,
melainkan pertengkaran sungguhan. Aku benar-benar meneriaki dan berseru pada
gadis cyber yang juga meninggikan suaranya saat membalas ucapanku...Ahh...
petengkaran macam apa yang sebenarnya kami lakukan saat itu?
Pertengkaran itu berlangsung pada
tengah malam dan aku masih sangat lelah, itu mungkin penyebab mengapa aku tidak
terlalu bisa mengingatnya.
Lagi pula, aku langsung meminta
maaf sedalam-dalamnya kepada Ene, karena rasa bersalah yang menghinggapiku
tepat setelah aku bangun.
Aku masih ingat dengan jelas saat
dia mengatakan ini seperti seorang bos “Yah, menggoda seorang perawan itu
percuma. Jadi, aku akan memaafkanmu.”
Itulah mengapa aku lebih memilih
melupakan kejadian itu, tapi... aku sendiri merasa kagum akan betapa Masokisnya otakku ini.
Bersamaan aku memikirkan hal ini, aku
tiba-tiba mendengar suara air yang mengalir dari dapur. Dan setelah mendengar
suara kulkas yang dibuka, baru kusadari kalau Kido sedang membuat sarapan.
“Ahh, kamu mebuatku merasa sungkan.
Biar kubantu.”
Kataku sambil mecoba bangkit lagi. Untuk
menghindari memberikan tegangan di tempat yang sakit tadi, aku bangun dengan
hati-hati. Benar saja, nyeri otot yang kualami lebih ringan dan tidak terlalu
menyakitkan.
“Hm? Shintaro, kau bisa memasak?”
Kido bertanya sambil membilas
peralatan makan. Kalau bisa aku ingin menjawab, “Ya, tentu saja,” tapi, harus
kuakui, aku bahkan tidak pernah benar-benar mencoba untuk memasak sesuatu.
Kalau Momo sih, rasa masakannya
bisa disamakan dengan sebuah racun mematikan, tapi kalau dilihat dari
pengalamannya mencoba memasak, memang benar dia lebih banyak pengalaman
daripada aku.
Yang namanya keterampilan memasak
tidak tertulis dalam daftar kemampuanku.
“Ahh, aku paham. Kau duduk saja.”
Dengan tajam Kido mengucapkan
kalimat itu, dan kembali melanjutkan kegiatan mencuci piringnya.
Perlahan-lahan aku bisa merasakan
penyesalan akan menjadi sosok yang tidak dibutuhkan mulai berputar dalam hatiku.
NEET adalah makhluk rapuh yang akan
mati jika mereka tidak terus berpikir bahwa mereka dibutuhkan oleh seseorang.
Untungnya, ruangan ini lebih nyaman
karena pemuda itu kembali tertidur, tepat di pintu masuk.
Dan sebaliknya, tidak ada orang
lain yang terbangun. Tidak ada alasan yang mewajibkanku untuk bergerak.
Aku merasa agak bersalah karena
sudah dimanjakan dengan sikap keibuan Kido, tapi aku memilih untuk bersantai sedikit
lebih lama lagi.
Kira-kira sarapannya apa yah?
Untuk sekarang, aku ingin menyantap
sarapan normal yang terdiri dari daging dan telur, atau sosis.
Tapi tunggu, bukannya ini merupakan
sesuatu yang sulit dipercaya?
Tinggal dengan seorang gadis di
bawah atap yang sama, menghabiskan malam, dan kemudian gadis itu membuatkan
sarapan untukmu?
Hei, hei, hei, ini... Oh, ya ampun.
Apakah akhirnya waktuku untuk ‘itu’ telah tiba?
......
...... Tidak, aku harus berhenti. Biarpun
aku ingin memikirkan ini sebagai ‘itu’, tidak mungkin ‘itu’ akan benar-benar
terjadi.
Dan jika aku tidak segera
menyingkirkan angan-angan muluk yang membuat rusuh di dadaku, sekadar nafsu
untuk sarapan pun tidak akan menghampiriku.
Satu-satunya yang berada disini
adalah aku dan Kido.
Jika aku ingin bertanya langsung
padanya, maka sekaranglah waktu yang tepat bagiku untuk bertanya.
Berdiri, aku berjalan menuju dapur.
Di sana, Kido berdiri, memakai apron
yang sama dengan apronnya yang kemarin dengan rambut yang diikat ke belakang, dan
baru saja menyalakan api untuk penggorengan.
“Kau punya sedikit waktu luang?”
tanyaku, dan Kido menjawab tanpa menoleh, “Apa? aku sudah menyuruhmu duduk ‘kan?”
sambil memecahkan telur ke dalam wajan dengan tangannya yang kosong.
Memang, aku lebih memilih untuk
tetap duduk, tapi hal seperti itu tidak bisa kupilih sekarang.
Perlahan-lahan, aku membuka
mulutku.
“Kemarin, pada tengah malam, aku merasa
sepertinya Kano telah pulang... apa kau tau itu?”
“Kano? Tidak, aku tidak tahu.”
Kido menjawab sambil mulai mengaduk
telur.
Telur dadar, huh? Pikiranku mulai
teralihkan, tapi aku segera melanjutkan pembicaraan.
“Hei, apakah dia... uh, apakah
Kano... membenci aku atau semacamnya? Apakah dia mengatakan sesuatu padamu?”
Apa yang terjadi dengan Kano pada
kemarin malam telah terus-menerus menggangguku.
Tiba-tiba saja ia muncul dengan
penampilan persis seperti Momo untuk menipuku, dan yang paling mengejutkanku,
ia berubah menjadi Ayano sebelum menghilang entah kemana.
Aku merasa lelah saat itu, jadi aku
menganggap kejadian itu hanyalah mimpi yang aneh.
Lagi pula, aku tidak pernah
berbicara dengan siapa pun tentang Ayano, harusnya Kano tidak tahu tentang dirinya, dan juga, aku ingat
kalau sebelumnya aku tertidur dengan posisi meringkuk di lantai, tapi ketika
aku bangun, aku justru mendapati diriku sedang tidur di sofa. Wajar saja jika
aku merasa bahwa kejadian itu tidak nyata.
Jika kupikir ulang, rasanya hal itu
terlalu menakutkan untuk sekadar dihitung sebagai mimpi. Mimpi itu terlalu
nyata.
Aku tidak merasa nyaman ketika
membicarakan hal ini dengan Kido, tapi aku butuh mengkonfirmasikan bahwa kejadian
itu tidak lebih dari sekadar mimpi.
Ketika mendengar pertanyaanku, Kido
menghentikan kegiatannya mengaduk dengan sumpit dan berpaling menghadapku
“Apakah dia mengatakan sesuatu
padamu kemarin?”
Selagi ia menyatakan pertanyaannya,
Kido menggerakkan tangannya ke belakang, meraih dan memutar tombol untuk
mematikan api dari kompor sebelum menyilangkan tangannya sambil tetap memegang
sumpit.
Kido sepertinya menebak dari nada
diriku berbicara kalau aku tidaklah menanyakan ini tanpa pikir panjang, dan sebuah
ekspresi agak cemas muncul di wajahnya.
“Ti-tidak, tidak seperti itu kok. Mungkin
saja itu adalah mimpi yang sangat nyata yang kuimpikan. Dan lagi, dia tidak
bisa membaca pikiran orang, bukan?
“Ya, Kano tidak bisa melakukan hal seperti
itu. Yang jelas,
sepertinya Kano cukup menyukaimu, jadi kupikir dia tidak akan menganggapmu menyebalkan atau semacamnya…”
Kido mengatakan
rentetan kata itu
dan menundukkan kepalanya, membuat ekspresi sedih.
Sepertinya dia tidaklah berbohong.
0 Comment "Children Record 03 Part 2 (Itu hanyalah Mimpi yang Realistis kan?)"
Posting Komentar